TRI TUNGGAL YANG ESA

          Allah adalah Allah yang esa, ini merupakan suatu ayat emas atau ayat kunci yang menjadi dasar untuk mengerti segala torat dan wahyu Allah di dalam perjanjian lama. Orang Israel mengenal dan mengetahui segala kebajikan Allah di dalam iman kepercayaan mereka mulai dari meletakan iman di atas suatu dasar yang paling penting yaitu; “Allah yang esa”. Hal ini dikatakan oleh Musa sebelum dia meninggal dunia, “Dengar lah hai Israel, Tuhan itu Allah kita, Tuhan itu esa”.
          Jika Allah adalah Allah yang esa, bagaimana manusia bisa percaya bahwa di dalam keesaan itu mempunyai tiga pribadi dan ketiga pribadi itu melawan keesaan Allah? Bukankah ke tiga pribadi yang menjadi doktrin Tri tunggal di wahyukan oleh Allah? Sebaliknya, Jika Allah adalah Allah yang Tri tunggal, bagaimana kita bisa percaya bahwa ketiga itu tetap adalah satu? Satu Allah di dalam tiga pribadi, di dalam tiga pribadi tetap mempunyai keesaan.

          Ini merupakan suatu hal yang melawan hukum rasio manusia bahkan melampaui logika manusia. Dengan adanya hal ini maka jelaslah bahwa Allah bukan lah pikiran refleksi dari manusia yang selalu berpikir tantang supra alam dan Allah juga tidak diikat oleh logika manusia atau Allah tidak di ikat oleh hukum matematika, namun Allah mempunyai sifat keberadaan yang supra yaitu transenden.

          Jika doktrin Tri tunggal adalah doktrin yang benar berdasarkan wahyu Allah, mengapa dari permulaan Allah tidak mewahyukan diri-Nya sebagai Allah Tri tunggal? Mengapa keesaan Allah dari wahyu permulaan secara progresif memberikan penjelasan kepada manusia bahwa di dalam keesaan itu mempunyai tiga pribadi yang memiliki substansi sifat dasar yang sama dan esa?
Setelah Allah memberikan kepada manusia suatu pemahaman yang paling mendasar yaitu Allah adalah Allah yang esa, mulai secara progresif terus berkembang dan memberikan penjelasan wahyu yang makin lama makin jelas sampai akhirnya muncullah wahyu bahwa Allah itu adalah Allah yang Tri tunggal. Wahyu Allah bersifat progresif atau bersifat memacu sehingga langkah demi langkah manusia melihat wahyu Allah makin lama makin jelas bahwa di dalam keesaan Allah terdapat tiga oknum yang memiliki sifat dasar yang sama.
       
          Mengapa Allah tidak mengatakan dari permulaan bahwa Allah adalah Allah yang bertiga pribadi? Mengapa baru melalui cara memacu atau melalui proses progresif memberikan penjelasan kepada manusia bahwa Allah adalah Allah yang bertiga pribadi? Allah mencegah suatu hal yakni Allah tidak menginginkan dari permulaan sudah mempunyai kesan yang salah tentang Allah bahwa Allah adalah Allah yang tiga atau tiga Allah.
Kepercayaan yang benar bukan kepercayaan kepada tiga Allah tetapi tiga oknum. Kepercayaan kepada Allah yang esa ini menjadi suatu dasar yang paling penting sehingga harus di cegat terlebih dahulu barulah memberikan perkenalan secara progresif bahwa Allah yang esa ini mempunyai tiga oknum yang memiliki esensi, substansi, sifat dasar yang sama dan esa.

          Ekstrim bisa saja muncul dari dua kutup, kutup yang pertama adalah percaya kepada allah yang esa monoteisme yang tidak bisa menerima oknum lebih dari satu dan kutup ekstrim yang kedua adalah menerima allah sebagai tiga allah yang tidak mungkin esa dan tidak mungkin memiliki substansi yang sama. Kedua-dua ini adalah bidat dan kedua-dua ini adalah sesat yang merusak pengenalan kita kepada Allah. Itu sebabnya Allah meberikan kepada kita terlebih dahulu suatu dasar bahwa Allah adalah Allah yang esa.

          Jika demikian apakah Allah Tri tunggal tidak di wahyukan oleh Allah dari permulaan dan konsep Tri tunggal ini baru muncul belakangan?

1. Pewahyuan Tentang Diri Allah

          Di dalam pewahyuan tentang diri Allah, Allah menyebut nama-Nya “KITA” dan bukan saya. (Kejadian,1:26-27 ; 3:22 ; 11:7 ; Yesaya,6:8). Dari ayat-ayat ini kita melihat bahwa suatu istila yang begitu ajaib sebagai suatu pewahyuan Allah di dalam menyebut diri-Nya sendiri. Kejadian, 1:26 dikatakan, “Berfirmanlah Allah: “baiklah KITA menjadikan manusia menurut gambar dan rupa KITA”. Kata “KITA” ini bukanlah sesuatu yang tunggal tetapi terdiri dari lebih dari satu. Kata “KITA” menjadikan manusia menurut gambar dan rupa “KITA” ini bukanlah suatu perundingan antara Allah sebagai pencipta dan malaikat-malaikat sebagai yang dicipta di dalam penciptaan manusia. Jika ini merupakan perundingan antara Allah sebagai pencipta dan malaikat-malaikat sebagai yang dicipta maka kooprasi antara pencipta dan yang dicipta di dalam penciptaan manusia. Jika kooprasi antara pencipta dan yang dicipta maka manusia bukan di ciptakan langsung oleh pencipta namun manusia di ciptakan oleh pencipta yang kooprasi dengan yang di cipta. Ini bukanlah suatu permainan kata tetapi ini adalah suatu logika yang perlu di pikirkan dengan baik.

          Di dalam alkitab tidak ada satu ayat pun yang mengatakan bahwa malikat-malaikat adalah pencipta atau mengambil bagian di dalam pekerjaan Allah sebagai pencipta. Allah menjadika segala sesuatu dari ketidak adaan atau ketidak beradaan, kekosongan atau dari keadaan nihil (TOU WAFOU), kekosongan tanpa bentuk, (Gracio Eksnihilo), “Eks” artinya keluar, keluar dari kekosongan dan ini adalah pekerjaanyang hanya bisa di lakukan oleh Allah sendiri. Pada saat pencipta mengatakan mari KITA menciptakan manusia, disitu Allah mewahyukan diri-Nya bahwa Allah itu lebih dari satu oknum, dan ini merupakan suatu perundingan antara oknum-oknum yang ada di dalam diri Allah yang esa. Di dalam penciptaan oknum-oknum yang lebih dari satu ini berperan penting.


2. Istilah-istilah Nama Allah Dipakai Dengan Bentuk Jamak

          Istila yang di pakai untuk nama Allah dalam bentuk subjek yang mengerjakan sesuatu selalu menggunakan bentuk “plural” atau jamak. Bentuk majemuk atau lebih dari sati ini di pakai dalam nama Allah, misalnya; “ELOHIM”, EL adalah Allah dan ini menggunakan bentuk “singular” atau tunggal, namun “ELOHIM” bukan lagi menggunakan kata “singular” melainkan “plural” yang dipakai atau bentuk lebih dari satu.

          Dari “singular dan plural” sudah sangat jelas bahwa Allah itu lebih dari satu pribadi atau lebih dari satu oknum di dalalm keesaan-Nya, sehingga tidak bertolak belakang dengan Ulangan, 6:4 (Allah adalah esa). Pada saat istilah-istilah yang berbentuk jamak ini digunakan, selalu di gabung dengan kata kerja yang khusus untuk tunggal. Misalnya; he does something artinya dia mengerjakan sesuatu. Kata “he” adalah bentuk singular dan kata “does” juga adalah bentuk singular, namun yang digunakan adalah “they do something” artinya mereka yang sekaligus mengerjakan sesuatu. Di saat Tuhan mengerjakan sesuatu istilah Tuhan selalu menggunakan kata ELOHIM, ADONAI, ini semua berasal dari bentuk “plural” atau bentuk lebih dari satu. Tetapi saat Tuhan mengerjakan sesuatu “kata kerja” yang digunakan adalah bukan “plural” melainkan “singular” atau bentuk tunggal yang dipakai.
Artinya bahwa ketiga oknum yang esa ini mengerjakan sesuatu. Bentuk “kata kerja” adalah bentuk singular atau bentuk tunggal namun bentuk “subjek” yang mengerjakan adalah bentuk “plural” atau lebih dari satu.
       
          Dari bentuk-bentuk kata “singular dan plural” sudah sangat jelas bahwa Allah yang esa itu mempunyai tiga pribadi yang mempunyai substansi sifat dasar yang sama di dalam keesaan-Nya.


CATATAN:
  1. Usahakan agar alkitab yang mengartikan teksnya sendiri untuk kita mengerti dan pahami, bukan kita yang mengerti dan mengartikan alkitab sesuai kemauan hati kita sendiri.
  2. Belajarlah agar Allah menyatakan diri-Nya kepada kita, bukan kita yang memaksakan keinginan batin kita untuk mengetahui dan mengerti tentang Allah.
 http://johnlambaiblogspocom.blogspot.com/
 http://www.google.co.id/search?client=firefox-a&rls=org.mozilla%3Aen-US%3Aofficial&channel=s&hl=id&source=hp&biw=1366&bih=578&q=www.johnlambai.com&btnG=Penelusuran+Google
Sekolah Tinggi Theologia Filsafat Jaffray Makassar (STT Jaffray Makassar)